Monday 9 February 2015

tentang persahabatan, dan pesona alam dieng

Setelah itu, setelah fixed ada kesepakatan yang sudah dirundingkan lewat rapat melalui salah satu medsos, akhirnya rapih sudah rencana untuk take a vacation ke Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau), 25 Desember 2014 adalah waktu di mana rencana itu diputuskan sekaligus perayaan ulang taun dari salah satu personil grup kami, yunus, sangat match sekali dengan ini, pasalnya si do'i memang asli warga Wonosobo, dimana letak that tourism take places.

Saya yang berangkat dari Kediri waktu itu, melaju menuju Yogyakarta lewat transportrasi kereta, ditempuh sekitar 7-8 jam lamanya. kedatanganku pun disambut gerimis seketika sesampainya di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, kota yang penuh cinta. dan dia pun datang, walau awal pertemuan itu tidak seharmonis yang kita bayangkan sebelumnya. baiklah anggap saja sebagai warna, atau sebagai bumbu sebuah hubungan, dan selalu aku wajari itu.

24 Desember 2015, saya menginap di rumah salah satu personil grup persahabatan kita, sebut saja dia Tyo, nama panggilannya, rumahnya lumayan jauh menurut saya, lumayan jauh ditempuh dari kota Yogyakarta, sekitar 25-30 km, tepatnya di kecamatan Patuk, Gunung Kidul. sembari menyiapkan apa apa yang disiapkan waktu itu, persiapan travelling menuju kawasan Dataran Tinggi Dieng. 

Kami-pun siap, start dari rumah Tyo, saya yang sudah siap dengan satu tas ransel berisikan beberapa pakaian, personal medicine, termasuk juga bekal seadanya. begitu juga dengan Sidiq dan Opick yang sudah bersiap memanaskan motornya, dan saya siap duduk di belakang motor bersama Tyo. Sekitar pukul 6 sore masih di tanggal 24 Desember 2014, kami lengkap kumpul di kos kosan Yunus, di sana sudah ada Ardik, yang masih bingung dengan siapa dia akan menapaki perjalanan Yogya-Wonosobo, dan akhirnya diputuskan untuk bersama Aruf. persis setelah solat maghrib bersama di kos-kosan Yunus, kampi pun siap melaju untuk berpetualang. setelah siap dengan kendaraan motornya masing masing, termasuk Alfian yang mendampingi Yunus, jadilah kita ber-8, berpetualang mengarungi perjalanan malam menuju tempat penginapan kita, tepatnya adalah rumah Yunus, sekitar kurang lebih 3 Jam perjalanan lamanya ditempuh jarak antara Yogyakarta Wonosobo, melewati rute Magelang dan beberapa daerah di sekitarnya.
groupi ria sesampainya di kos yunus (sidiq, alfian, dan tyo)


alfian, sidiq, dan saya

Malam itu, sesampainya di rumah Yunus, kami disambut dengan sambutan hangat oleh keluarga Yunus yang sudah menanti sejak sore, adalah Ibu Yunus (Ibu Kustiyah), yang tak henti hentinya memberikan perhatian kepada kami semua pada saat itu, yang terlihat kelelahan setelah menempuh perjalan malam yang cukup menantang itu, didampingi juga oleh Ayahanda Yunus, yaitu Bapak Pranowo, dan juga dua sepupu Yunus yang kebetulan sedang berlibur di rumahnya, adalah Desta masih duduk di bangku kuliah, tepatnya di Undip. dan kata Undip itu lah yang mungkin mengawali perbincangan saya dengan nya, pasalnya karena kita berasal sama dari satu almamater Universitas. bedanya adalah Desta masih ada di semeseter 5 jurusan ilmu perpustakaan, sama dengan dia...iya, dia...sedangkan saya sudah lulus beberapa bulan yang lalu. 

Dan awan mega merah itu pun hilang dari paduannya, menandakan bahwa waktu sholat maghrib sudah berakhir, dan syukurnya kami semua berdelapan walau tibanya kita di rumah Yunus tidak ayalnya meributkan satu dua urusan termasuk berbagi kamar, urusan lapar, tapi kita semua masih bisa menunaikan sholat Isya pada saat itu. sempurna dengan basuhan air Wonosobo yang tidak bisa dikatakan lazim dengan air mandi pada umumnya, karena dinginnya yang sedikit menusuk tulang, hehe (a lil bit hiperbol).. dan inilah yang mengingatkan saya pribadi ketika saya ada di kawasan Wisata Bromo sekitar 2 taun yang lalu. kami semua sudah bersih dari segala debu, bercak air di jalan bekas hujan, ataupun kotoran serangga malam yang mungkin bisa saja hinggap di tubuh kami semua selama perjalanan malam itu. 

Kehangatan itu ada, sangat ada, ketika kami berkumpul berdelapan untuk menikmati sajian malam yang sudah disiapkan oleh bunda, bundanya Yunus pastinya, yang sudah menyiapkan sejak sore sebelumnya, dengan sajian makan malam bermenukan Mie Ongklok adalah makanan khas-nya Wonosobo, terlihat tak terlalu berbeda dengan Mie Kopyok yang ada di Semarang, yang jelas ada juga tempe kemul yang menemani dan serasa sebagai pelengkapnya...hangat terasa, kami-pun sangat menikmatinya. sampai sampai ibu memesan lagi ke tetangga untuk dibuatkan tempe kemul beberapa potong lagi, dirasa kami semua memang memfavoritkan makanan itu, walau sederhana dan apa adanya.
Mie Ongklok khas Wonosobo




Perayaan itu-pun tiba, tepat 00.01 Desember tanggal 25, tepat Yunus berumur 23 tahun, kami yang disutradari oleh Sidiq, sudah menyiapkan kue ulang tahun sederhana untuknya, begitupun ada satu kue ulang tahun yang disiapkan spesial oleh kedua sepupu Yunus yang sedang berlibur itu. 
tak terlalu ramai, karena memang untuk menghormati seisi rumah termasuk Ibu dan Bapak yang sudah berpamitan untuk tidur sejak itu, Sidiq membawakan kue ulang-taun diiringi kami ber-7 untuk sekedar menyaksikan Yunus meniup lilin dan make a wish pastinya...




keceriaan kami semua, tiba di saat pagi datang menyambut 25 Desember, saat di mana Yunus genap 23 tahun.

Dan Alfian adalah yang paling jahil diantara kami berdelapan, dia yang mengawali kerusuhan malam itu, kejahilan yang pada akhirnya sebagian diantara kami belepotan oleh krim susu kue ulang tahun tersebut, saya hanya menyaksikan dan asyik tertawa, sambil melindungi diri dari kerusuhan tersebut, Yunus terlihat paling kotor dan paling parah belepotan akibat kejahilan Alfian. apapun itu, itulah kehangatan kekeluargaan kami, yang tidak akan terjadi tiap hari, bahkan tiap bulan, kebersamaan yang paling tidak akan ada ketika kami semua berniat merencanakan itu ada. yang akan ada ketika kita bisa berkumpul lengkap, disitulah terlihat jelas ada raut muka bahagia padanya...dia yang sangat menanti kebersamaan ini, dia yang sangat berantusias dari dulu ingin sekali ke Dieng, dan terwujud pada saat itu, pada saat saya ada dan ikut dalam kebersamaan itu. ah bahagianya...



Pagi 25 Desember 2014, Sidiq yang malam sebelumnya sangat tegas memperingati kita semua agar bisa bangun pagi, supaya tidak terlalu terlambat untuk bisa melanjutkan perjalan ke Dieng Plateau, tapi tetap saja ada diantara kita yang masih bangun kesiangan. sehingga hanya bisa jam 8 pagi kita memulai melanjutkan petualangan. setelah selesai sarapan dan mandi pagi, kami pun bersiap lenggang dengan formasi yang masih sama, saya dengan Tyo, Yunus dengan Alfian, Sidiq dengan Opick, dan Ardik dengan Aruf..

sebelum berangkat berpetualang, foto bersama di rumah Yunus

Perjalan yang kami tempuh lumayan jauh menurut saya, yang tadinya sempet berpikir jika rumah yunus tidak lah jauh dengan lokasi wisata Dieng, ah ternyata salah besar, 40 km sekurang-kurangnya kami menempuh perjalanan itu, tapi semua terbayar ketika kami sampai di Lokasi pertama, sebenernya belum sampai sih, hanya gerbang menuju wisata Dieng, disitulah kami semua saling mematikan mesin motor hanya sekedar untuk berfoto bersama dengan tak sekali kami-pun saling egois untuk mau berfoto sendiri dengan gayanya masing-masing, ya itulah kami..yang masih hangat dengan keadaan apapun. termasuk dalam hal foto, Tyo yang sudah siap dengan kamera DSLR nya dengan sangat ikhlas menjadi kameramen kami semua..dan Opik adalah yang baru saja menggenggam ponsel baru yang kualitas resolusi kameranya cukup lumayan-lah ya...yang masih jauh dengan ponsel kami semua, termasuk saya sih..haha...Opick yang pas bangetlah, kreatif juga mempersiapkan tongsisnya menjadi incaran kami semua, untuk berselfie secara bergantian...dan saya sangat senang..jujur..bisa berfoto bersama dia...iya dia...siapa?iya, siapa?dia...dia..

Tyo (kameramen kami)

kita ber enam :)

Telaga Warna adalah lokasi wisata pertama yang kami datangi...
dikatakan telaga warna karena telaga ini memang memiliki keunikan sendiri dilihat dari kenampakan warna airnya, menurut kajian ilmu alam, adanya warna ini, hijau, kadang biru, kadang bisa berubah menjadi warna mixed, adalah disebabkan adanya reaksi kimia yang berasal dari perpaduan antara biota perairan di sekitar telaga tersebut seperti halnya algae, yang bereaksi dengan komponen alam belerang, sehingga timbullah warna tersebut, dan cahaya matahari yang menyinari perairan telaga tersebut juga salah satu faktor dominan yang bisa mempengaruhi adanya perubahan warna. 
telaga warna saat itu (25 Desember 2014)


Pemandangan pertama yang saya saksikan saat memasuki kawasan ini adalah tanaman dan bunga-bunga yang lumayan cantik dan segar, sesegar atmosfir yang menyapa kami pada saat itu, tidak panas, tidak terik, juga tidak mendung, terasa sangat pas. semakin kami menelusuri sekitar telaga warna tersebut, memang iya sih, berwarna hijau telaganya..dan kontur tanah di sekitar telaga itu terasa gembur dan lembek sedikit becek di kaki, mungkin bekas ujan semalam atau sehari sebelumnya, tapi tak lantas menyurutkan semangat kami untuk terus mengeksplor indahnya suasana telaga warna saat itu. 







Untuk mengelilingi telaga warna ini, sekitar satu jam, sambil berfoto, aktivitas wajib, dan harus ada, seperti yang pernah dia bilang, bahwa harus ada banyak foto kita di kesempatan berlibur pada saat itu, iya foto kita berdua. sebenernya banyak pemandangan menarik di sekitar telaga, namun aktivitas foto memfoto jadi kita lupa akan keindahan itu, menurut beberpa referensi, sebenernya ada juga beberapa gua dia area telaga warna itu, gua semar, gua sumur, dan gua jaran, dan gua gua tersebut menurut asal muasal ceritanya sih digunakan dan dijadikan sebagai tempat bertapa oleh orang-orang tertentu. sayang sangat disayang, kami sebenarnya tak melewati dan tidak berada di situ. penjelajahan di kompleks Telaga Warna diakhiri dengan menyaksikan film dokumenter di area Dieng Plateau Theatre. kami memasuki tempat yang serupa dengan studio bioskop, hanya saja berukuran lebih kecil dan lebih sederhana. sekitar berjumlah 100 kursi dan sebuah layar tergantung di dinding sisi depan. kami mengambil posisi duduk masing masing dan siap menyaksikan film yang akan diputar. 
di dalam theatre 


di luar teathre


Sekitar kurang lebih 30 menit, film memutarkan tentang kondisi alam dieng sebagai dataran tinggi. sejarah terbentuknya Dieng Plateau, juga kejadian kejadian berkaitan dengan kondisi alam. misalnya, tragedi kawah Sinila di tahun 1979, erupsi disertai embusan karbondioksida yang menewaskan 149 jiwa, peristiwa tersebut sempat membuat kami sedih, sekaligus lebih memahami dan menghargai semesta Dieng, walaupun jujur saya yang menikmatinya dalam keadaan mengantuk, tapi saya masih bisa mencerna dan memahami isi dari film dokumenter tersebut. tak disangka obrolan di luar theatre mengarah kepada rasa kantuk kita semua, wajar, karena memang sangat nyaman dirasa pas ada di dalam theatre itu.

Selain itu, diceritakan juga tentang tradisi "anak gimbal". kebanyakan anak yang lahir di Dieng ketika tumbuh rambutnya akan membentuk gimbal, entah kenapa. konon, anak anak gimbal tersebut dipercaya akan mendatangkan masalah dan musibah di masa datang. oleh karena itu di umur tertentu biasanya akan diadakan ritual potong rambut bagi anak anak tersebut yang disebut sebagai ritual "Ruwatan Rambut Gimbal" untuk memisahkan rambut-rambut gimbal mereka sehingga seterusnya rambut akan tumbuh kembali menjadi normal.

Perjalanan di sekitar kompleks Telaga warna pun sudah selesai, saya dan sahabat sekalian tapaki..dan kami pun berlanjut ke perjalanan selanjutnya untuk menjelajah wisata di kawasan semesta asri dieng.

Kami berdelapan bergegas menuju ke lokasi wisata selanjutnya di sekitar dieng, yaitu kawah sikidang, walaupun perjalanan kami sering disambut oleh rintikan air hujan, gerimis, tapi tidak menyurutkan langkah perjalanan kami, apalagi kami memang sudah prepare jas ujan dan beberapa perlengkapan untuk mengantisipasi kondisi itu, Yunus yang memang asli wonosobo sudah memberikan a lot of warning ke kami semua, dia setidaknya paham, dan biasa membaca dan memprediksi cuaca di sekitar dieng...yang memang sering hujan, biasanya di penghujung siang sampai sore, baik di musim kemarau maupun musim hujan. 









Baik, sedikit akan saya jelaskan mengenai asal usul dan sejarah kawah sikidang, melalui beberapa referensi yang sudah saya baca dan pelajari, mari sejenak kita belajar mengenal alam lebih dekat lagi, dan kali ini mari kita belajar tentang pengetahuan dan asal usul kawah sikidang yang mungkin tak lepas dari adanya unsur budaya, kearifan lokal, atau mitos apapun terkaitnya.

Masyarakat indonesia ternyata demikian pandai membalut kearifan lokal dengan sebuah cerita mitos. lihat saja cerita gunung Tangkuban Perahu, Candi Prambanan, dan masih banyak lagi. rupa rupanya, keberadaan orang-orang berambut gimbal di gunung Dieng tidak bisa dilepaskan dari sebuah cerita mitos yang tumbuh dan berkembang di sana.

Salah satu mitos yang cukup kuat ada di kisah kawah sikidang. kawah eksotik yang terletak di kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah ini menyimpan misteri dan sejuta sejarah. Di sini, beredar mitos keturunan tentang orang-orang yang berambut gimbal, yang sudah sedikit sudah saya jelaskan tadi. dalam balutan kisah asmara, kutukan keturunan rambut gimbal muncul. adalah Kidang Garungan, seorang raja yang digambarkan memiliki bentuk kepala seperti rusa. Raja ini ingin meminang seorang puteri bernama Shinta Dewi. Sayangnya, pinangan Kidang Garungan tak bersambut. Shinta Dewi menolak dengan halus. penolakannya diwujudkan dalam sebuah perminataan. dibuatkan sebuah sumur yang dalam. ketika permintaan itu dipenuhi dan sumur telah selesai, Shinta Dewi beserta pengawal pengawalnya mengubur kidang Garungan di dalam sumur yang dibuatnya itu. Karena kekuatan Kidang garungan yang luar biasa, ia berusaha keluar. amarahnya menimbulkan energi yang dahsyat. Bumi bergetar, keluarlah uap dan asap yang berpindah pindah laksana rusa yang berpindah-pindah tempat. dalam amarahnya tersebut, Kidang Garungan mengutuk Shinta Dewi: keturunannya akan berambut gimbal.

Terlepas dari mitos yang beredar di tengah masyarakat ini, kawah sikidang menjadi sebuah fenomena yang menarik. Kawah sikidang memiliki potensi besar yang bisa dieksplorasi, baik untuk kepentingan wisata maupun kepentingan hajat hidup masyarakat. Air dan uap panas sikidang menyimpan energi panas bumi yang bisa dikelola dan dikembangkan menjadi sumber energi ramah lingkungan.

Dari sisi wisata, keberadaan kawah sikidang bisa menjadi daya tarik bagi para wisatawan. kawah yang terletak di tengah lembah demikian eksotis. Mudpool atau kolam lumpur berdiameter sekitar 4 meter menjadi pusatnya. uap panasnya muncul semburan air dan uap panas. suara yang ditimbulkan membentuk simponi alam yang menakjubkan, nah di sekitar kawah sikidang ini, ada pertunjukkan unik yang bisa dilihat wisatawan, yaitu ada beberapa kawanan mungkin kawanan penduduk sekitar, atau mungkin orang orang yang sudah paham seluk beluk kawah ini, mereka mempertontonkan aksi rebus telur ke dalam kolam kawah tersebut, jadi bisa dibayangkan betapa panasnya kolam tersebut sampai bisa menjadikan telur tersebut matang. itu sekilas yang bisa saya simpulkan.


Aneka jenis bebatuan yang terbentuk pun menarik untuk dijadikan sebagai sekolah alam. Berwisata sembari belajar. Batuan beku berupa andesit yang menyusun kawah Sikidang demikian menarik untuk dieksplorasi dan dijadikan media pembelajaran. Pun pula dengan karakter, corak dan warna bebatuan yang mengalami perubahan adalah sekolah alam yang teramat sayang untuk dibiarkan begitu saja. Sayangnya, aneka potensi yang ada di sekitar kawah Sikidang ini belum dikembangkan dengan baik. Muncul kesan, “begini saja sudah mendatangkan wisatawan”. Kesan ini mestinya ditambah lagi, “apalagi jika dikelola lebih baik lagi, wisatawan yang datang berkunjung akan lebih banyak lagi”.

Eksotisme kawah Sikidang juga menyimpan bahaya. Pengunjung harus sadar bahwa ada potensi gas beracun yang ada di kawasan ini yaitu gas belerang dan bahaya dari uap/air panas. Hanya kehati-hatian semata yang bisa menyelamatkan diri sendiri.

Itulah sedikit yang bisa saya tulis mengenai kawah sikidang, dan tak lupa kami berdelapan mengambil momen momen kami disitu, ada yang berselfie dengan gaya khas nya masing masing, dan tak sesekali kami pun foto groupy, kalo masalah ini sudah diurus oleh mas Tyo, "kameramen kami" yang cukup handal dan professional.


Dan persis sekembalinya kami di tempat parkir kawasan wisata kawah sikidang itu, air hujan kembali turun dari peraduannya, menjadikan kami semua mengenakan kembali jas/mantel ujan. dan itu juga yang menjadikan kami bulat memutuskan untuk menyudahi perjalanan wisata kami berdelapan meninggalkan kawasan eksotik Dieng, walaupun sebenernya masih ada beberapa kawasan yang lain yang belum kami kunjungi, seperti halnya komplek wisata candi arjuna yang kami lewati seketika menuju kawasan kawah Sikidang, komplek candi yang konon terdapat beberapa candi bernamakan nama tokoh perwayangan, seperti Arjuna, Semar, Puntadewa, Srikandi, dan Sembrada, dan sangat disayangkan kami tidak dapat mengunjunginya, dan ada juga kawasan wisata dataran tinggi sikunir, yang konon siapapun wisatawan akan takjub melihat pemandangan sun rise di pagi hari...tapi apa bisa dikata, kami saja baru memulai perjalanan dari rumah Yunus jam 8 lebih...hehe, mungkin lain kali kami datang kembali bisa menyaksikan keelokan sun rise di dataran tinggi sikunir tersebut.

Selesai sudah perjalanan kami, perjalan wisata kami ke Dieng Plateau, sebuah kawasan asri di daerah Jawa Tengah, saya tidak bisa mengatakan bahwa kawasan tersebut ada di wonosobo, karena memang lokasinya bisa dimiliki oleh 5 kabupaten katanya sih, Banjarnegara, Wonosobo, Kendal, Batang, dan satunya aku lupa hehe...


Kami pun masih diguyur hujan saat masih dalam perjalanan pulang, dan kami berencana mengunjungi pemandian air hangat yang letaknya tidak jauh dari kota Wonosobo, dan lumayan jauh dari area kawasan Dataran Tinggi Dieng.

Ada tragedi yang menimpa dua dari kami, saya dan Tyo sempat jatuh dari motor, entah karena apa asal muasalnya, saya tidak bisa melihat persis kejadiannya, karena posisi saya tertutup oleh jas ujan batman, hanya bisa merasakannya, jatuh dari motor, terpental seketika motor yang dikemudikan Tyo oleng ke samping kiri, mungkin karena ujan, jalanan licin, atau karena kaget dengan kondisi di depan, Alhamdulillah nya saya sendiri tak merasakan luka yang parah atau apapun, hanya sedikit lecet di bagian pergelangan tangan, hanya itu, walau efeknya terasa sehari dua hari setelahnya saat saya kembali ke kediri, namun keadaan Tyo yang sedikit cukup mengkhawatirkan, luka di kedua lutut, tangan, hilang fokus dan konsentrasinya, tapi masih bisa bisa dikatakan baik baik saja. hal ini akhirnya mengubah formasi kami dalam mengendarai motor menuju tempat pemandian, saya dengan yunus, dan Tyo dengan Alfian.


Puji syukur, setelah di kawasan pemandian, kami bisa sambil menghangatkan badan karena kelelahan, mengguyur sesekali badan kami dipemandian air hangat bercampur belerang, yang konon baik untuk memperbaiki dan mengganti sel derma (kulit), bahkan menyembuhkan penyakit kulit. 

Sampai lah kami di rumah Yunus, sekitar pukul 5 sore dan bergegas kembali pulang ke Jogja..alhamdulillah, rasa puas, senang, menyelimuti kami semua, mengalahkan rasa lelah kami. it finally can be pay off..

Besoknya saya kembali ke Kediri untuk bertugas, dan berjuang...walau dalam keadaan sedikit sedih harus berpisah dengan dia...


special thank to Prassetyo Wicaksono, Alfian Aulia, Assidiq Hermawan, Muhammad Yunnus, Cahyadi...terimakasih atas kebersamaan, dan kehangatan dari kalian...there will be a lot of warm experience, moment, as along as we are in togetherness..